Pukul 16.02
Dia bagaikan burung merpati, terbang bebas ke mana saja. Membawa pesan dari seseorang untuk orang lain. Seperti pepatah tua, merpati tak pernah ingkar janji. Berpindah-pindah tempat dari benua ke benua yang lain. Begitu lembut, berwarna putih, terbang bebas. Hanya untuk mengantarkan maaf.
Kembali sucikah kita? Entahlah. Ramadan kali ini penuh dengan kesibukan dan aku membuat tulisan ini, terinspirasi puisi Malam Lebaran karya Sitok Situmorang.
Puisi yang hanya satu bait, tapi diperdebatkan oleh banyak orang dan sastrawan.
"Bulan di atas kuburan" begitulah puisi yang dibuat Sitok. Menarik, bukan. Banyak orang mengatakan, "bodoh Sitok itu. Bulan di atas kuburan dengan judul Malam Lebaran. Jelas-jelas malam lebaran itu takbiran. Malam menuju 1 Syawal. Mana ada bulan pada malam itu. Tak akan nampak"
Akan tetapi, saya berpikir. Sitok hebat. Bulan yang dimaksudkannyanitu bukan bulan sebenarnya. Sebuah perumpamaan, dalam pikirku. Bulan yang diartikan kemenangan dan kuburan yang diartikan kesedihan. Nampaklah pada kalian, kemenangan yang akan disambut pada 1 Syawal, menang menahan nafau selama satu bulan Ramadan. Tetapi, saat kemenangan itu tidak semua yang menang merasa bahagia. Ia sedih karena di negara kita, tradisi baju baru, ampau, dan berkumpul berasana keluarga tak dapat ia dapatkan. Orang tua mana yang tidaj sedih melihat anaknya mengenakan baju yang kumel di saat hari kemenangan. Bukan, ingin berpoya-poya. Hanya saja, membuat anak bahagia itu merupakan kepuasan batin. Memberikannya THR karena berhasil berpuasa satu bulan penuh, niscaya seperti mengajarinya berpuasa, berlatih. Mengajaknya, pulang ke kampung halaman, berkumpul bersama sanak saudara. Siapa yang tak ingin. Sungkeman, malin kundang pun ingin sekali untuk menebus kesalahannya. Kita bukan batu. Masih ada waktu untuk berkumpul dan bermaaf-maafan. Membersihkan diri johir dan batin. Merupakan, suatu kemenangan yang sederhana, namun bermakna.
Puisi yang singkat, tetapi memiliki arti yang menarik, bukan.
Jika tidak ada perubahan, Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah akan ditetapkan pada 28 Juli 2014. Iya, esok hari. Beberapa jam lagi, akan terdengan kalimat-kalimat takbir. Memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa karena kita telag sampai di penghujung Ramadan tahun ini dan masih banyak kesalahan yang kami lakukan di Ramadan kali ini. Panjangkanlah usia kami untuk merasakan Ramadan-ramadan berikutnya dan memperbaiki kesalahan kami.
Tibalah kita untuk saling memaafkan. Membuka hati, membersihkan noda, dengan cinta dan kasih sayang. Makhluk hidup, tak luput dari dosa. Bahkan, beliau yang sudah jelas dijanjikan Surga. Masih beribadah dan memaafkan orang lain.
Tidak perlu gengsi untuk saling memaafkan. Biasakanlah pada yang benar. Sesuai hakikat. Sudahlah, luapakn soal perdebatan Capres itu. Sudah bukan waktunya membicarakan mereka. Terserah. Ini bukan waktu mereka. Ini waktu kita untuk bersilatuhrahmi, bermaafan. Bila kemarin, sampai mengucapkan yang tidak seharusnya diucapkan saat perdebatan Capres. Minta maaflah kamu. Tak ada salahnya, mungkin dengan berminta maaf. Kamu bisa berbuat seperti itu lagi di tahun berikutnya. Mungkin.
Berbuka bersama keluarga besar di penghujung Ramadan. Merupakan saat yang indah. Menikmati keelokan senja di penghujung Ramadan. Depok gerimis, semoga datang pelangi di penghujung Ramadan kali ini
Aku rindu maaf kalian.
Aku rindu berkumpul bersama kalian dan sanak saudara.
Aku rindu masa kecilku. Mendapat uang.
Aku rindu orang-orang yang menggumamkan namaMu.
Aku rindu kepadaMu.
Aku rindu ampunMu.
Aku rindu rasulMu.
Aku ingin pulang.
Malam Lebaran
"Bulan di atas kuburan".
(Sitok Situmorang)
Saya Agung Saputra, mewakiliki keluarga besar, mengucapkan.
Minal aidin walfaidzin.
Mohon maaf lahir batin dan semoga bahagia.
Saputra, Agung.
1993-2099.