Monday, January 4, 2016

Peran Seni dalam Kreativitas



Kreativitas, merupakan kata yang sangat spesial. Banyak cara untuk mengembangkan kreativitas, contohnya bermain musik dan menggambar. Memberikan ruang untuk mengekspresikan diri dan menciptakan hal-hal yang disebut imajinasi. Banyak pengertian tentang kreativitas, antara lain;

Menurut Wikipedia, daya cipta atau kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau anggitan (concept) baru atau hubungan baru antara gagasan dan anggitan yang sudah ada.

Utami Munandar (1995 : 25) kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. 

Clark Moustakis (1967), ahli psikologi humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.
Dari ketiga pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah cara mengekspresikan diri dengan menghasilkan gagasan baru dari proses berpikir terhadap sebuah masalah yang ada, melalui atribut mental atau psikologis seseorang.

Berkesenian adalah cara terbaik seseorang untuk mengembangkan kreativitas karena dapat mengekspresikan emosinya yang sedang dirasakan secara nonverbal.

Indonesia mungkin terlihat sangat kreatif jika dilihat dari sudut pandang kebudayaan karena banyak hal yang dimiliki setiap daerahnya, mulai dari pakaian adat, seni ukir, musik, dsb. Namun pada era ini, banyak dari masyarakat Indonesia yang jauh dari kata kreatif. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan yang selama ini diterapkan di Indonesia bersifat mematikan kreativitas anak. Sistem pendidikan yang menurut para guru benar tanpa disadari sudah mematikan nilai kreatif.

Krisis kreativitas di Indonesia sudah lama terjadi. Ketika para pelukis Bandung memamerkan karya lukisan mereka di Jakarta pada tahun 1954, kritikus seni Indonesia, Trisno Sumardjo, secara mengejek menyebut Bandung sebagai “Laboratorium Barat”. Ia menganggap rendah ciri barat pada karya-karya yang dibuat oleh para seniman Indonesia di Bandung dibandingkan karya-karya yang realistis dan kemasyarakatan dari para seniman Yogyakarta. Seniman-seniman Yogyakarta pada masa itu sudah dianggap bisa menghasilkan karya-karya lukisan yang dapat mewakili sebagai karya khas Indonesia. Sedangkan seniman-seniman lain masih mencari-cari jati dirinya masing-masing.

Kemiskinan kreativitas di Indonesia saat ini sudah terlihat jelas pada sekarang ini. Menganggap budaya luar lebih tinggi kastanya daripada budaya masyarakat Indonesia sendiri sehingga menghasilkan kemalasan berpikir secara gamblang untuk menghasilkan suatu hal atau gagasan baru. Dalam hal fashion, desainer Indonesia masih terpaku dengan konsep fashion barat, pola hidup westernisasi saat ini sangat menambahkan nilai krisis di Tanah Air.

Pada taman kanak-kanak, anak-anak diajarkan bagaimana cara mewarnai yang benar, bagaimana cara menggambar yang benar, dan cara-cara yang ’benar’ lainnya menurut versi guru-guru TK tersebut. Tanpa disadari hal itu mamatikan nilai kreatif anak-anak. So, hal itu dapat memblokir pola kreatif anak. Padahal saat masa TK seharusnya kemampuan untuk berpikir dan berimajinasi anak lebih dikembangakan mendukungnya untuk berimajinasi, terbuka terhadap hal baru, dan ide-ide yang tidak biasa tanpa takut melakukan kesalahan inilah yang kemudian akan menyebar ke area lain dalam otak/pikiran anak sehingga anak akan mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah, memahami bacaan, dan berpikir analitis.

Jika, Indonesia masih dalam pergerakan yang mematikan nilai kreativitas. Hal ini akan mengalmi miss cultural atau kepunahan budaya. Masyarakat Indonesia akan kehilang jati dirinya sebagai bangsa multikultural. Kurangnya nilai seni membawa Indonesia jauh dari kreativitas.

Penekanan pada mata pelajaran tertentu di sekolah juga memengaruhi kegiatan anak di luar sekolah. Les anak yang notabene lepas dengan kegiatan sekolah, sebagian besar pun berupa pelajaran tambahan yang sifatnya mendukung pelajaran di sekolah, seperti les matematika dan Bahasa Inggris. Akan tetapi anak juga membutuhkan nilai seni untuk mengembangkan kreativitasnya, hal itu akan berdampak positif dalam pelajaran dan kurikulum sekolah karena anak akan lebih suka berpikir kreatif dengan sendiri daripada mencontek.

Ada juga orangtua yang sudah berpikiran untuk mengarahkan anaknya kursus di bidang seni, misalnya kursus melukis, menari, memainkan alat musik, dsb. Tapi sayangnya, minat untuk menyalurkan anak untuk berkesenian itu kerap berbenturan dengan biaya, mengingat harga yang dibanderol tempat kursus biasanya relatif mahal. Belum lagi peralatannya yang umumnya harus disediakan sendiri.

Oleh karena itu, peran pemerintah juga sangat dibutuhkan untuk memberikan ruang dan fasilitas terhadap anak untuk berkesenian karena hal itu untuk meningkatkan nilai kreativitas, dalam jangka panjang dapat memajukan bangsa itu sendiri.

Setiap institut pendidikan memiliki peran penting dalam pengembangan nilai kreativitas di Indoneisa. Akan lebih mudah bagi seseorang untuk kreatif jika dia berada dalam lingkungan yang mendukungnya untuk menjadi kreatif yaitu lingkungan yang mendukungnya untuk berimajinasi, terbuka terhadap hal baru, dan ide-ide yang tidak biasa tanpa takut melakukan kesalahan. Belajar dengan cara memanfaatkan proses kreasi dalam otak untuk kemudian dirangsang agar otak, berpikir sehingga menghasilkan gagasan baru dalam penyelesaian. out of the box.

Agung Saputra
Jakarta, 5 Januari 2016
RIndu Keinan.


Thursday, December 24, 2015

Ada Cinta dalam Biola

Biola, terdengar sederhana namun mendunia. Sebuah alat musik yang melewati perjalanan panjang, dari Asia tengah hingga melalui jalur sutera, sampai ke Eropa dan sekarang mendunia. Menurut Wikipedia, alat musik gesek berdawai bangsa Turki dan Mongolia dawainya dari rambut kuda, dimainkan dengan busur rambut kuda, dan memiliki ukiran kepala kuda di bagian kepalanya. Biola, viola, dan cello yang busurnya masih dibuat dari surai kuda, adalah peninggalan bangsa nomaden tersebut. Akan tetapi, saya tiak akan membahas perjalanan biola, melainkan hal lain yang tersirat di alat musik tersebut.

Proses dalam mempelajari alat musik ini tidak bisa dengan waktu singkat. Banyak yang mengakatakan biola adalah alat musik yang terbilang sulit karena tidak memiliki fret seperti gitar dan sepenuhnya perasaan. Jiwa dari musik ini ada di tangan kanan, bagaimana cara menggesek.

Cara menggesek sedikitnya menggambarkan suasana hati yang memainkannya di waktu senggang, terkecuali permainan yang harus dimainkan layaknya konser. Filosofi hati yang mengantarkan cinta.

Alat musik sederhana yang penuh perasaan saat dimainkannya. Suara biola adalah suatu keindahan tersendiri. Gesekannya yang begitu harmonis seakan membawa kita pada ruang waktu. Berpikir hal yang tidak ada di sekeliling. Banyak orang hebat memainkan alat musik ini, mempelajarinya lebih jauh karena cara menggeseknya melantunkan suara perwakilan hati.

Saat bermain di mayor dan minor memiliki nilai berbeda. Aku, lebih menyukai nada-nada yang minor. Bayangkan di suasana dingin, sehabis hujan mendengarkan lantunan biola di minor. Menggunakan earphone, dengan musik adagio, hal yang indah untuk didengarkan sore ini.

Oleh karena itu, setidaknya aku berterima kasih kepada diriku yang saat itu memilih keputusan untuk belajar biola di suatu komunitas sehingga bertemu seorang wanita. Ya, kami bertemu di komunitas dan saling jatuh cinta. Permainan biolanya indah, membuatku ingin belajar darinya langsung, penuh perasaan mengajar dan belajar.Kami dipertemukan di biola, maka kami akan memperindah pertemuan ini dengan mempelajarinya dengan perasaan.

Kuningan, 24 Desember 2015
Agung Saputra
Jatuh Cinta

Wednesday, December 23, 2015

Vibes

Kuningan 23 Desember 2015, hari ini adalah rabu. Begitu sunyi dan memiliki energy untuk berpikir lebih maju. Menerawang ke waktu beberapa tahun ke depan, ya biasa disebut harapan atau mimpi. Tak ada yang salah dalam bermimpi. Sebelumnya, aku pernah bermimpi, tapi tak seindah dan sesemangat ini. Semua ini ada saat aku mengenal sosok wanita yang memiliki senyum indah dan jari begitu lentik. Semangat ini ada karena cinta. Mungkin, beberapa orang mengatakan cinta itu buta. Ku rasa cinta itu indah dan positif.

Wanita itu bernama Azalea Charismatic Aistiarto, kita memiliki prinsip. Aku dannya tak ada ikatan yang mengekang, tapi kami saling mengerti. Kami tidak memiliki ikatan layaknya orang-orang (pacaran). Tidak, kami memiliki ikatan yang lebih penting daripada itu. Memiliki niat dan harapan untuk berkeluarga bersama. Banyak semangat baru datang darinya, aku rasa tulisan ini salh satunya. Kami ingin menikah, mungkin 3-4 tahun akan datang. Doakan.

Oleh karena itu, untuk bekal pernikahan tidak akan cukup jika mengandalkan sesuatu yang biasa, serta mahalnya biaya pernikahan. Memotivasi diri ini untuk berusaha lebih giat lagi dan lagi. Dia sosok wanita indah tak akan aku sia-siakan.
Tak akan cukup kata-kata untuk menyatakan ini semua, maka aku lakukan dengan perbuatan dan perjuangan.

Agung Saputra
Dengan perasaan cinta
Kuningan, 23 Desember 2015

Tuesday, July 28, 2015

Review: London Grammar

London Grammar, mungkin kata itu masih cukup asing di beberapa telinga kita. London Grammar adalah grup musik asal Inggris. Awal saya mendengarkan lagu mereka karena rekomendasi dari teman. Saya memang menyukai musik-musik bernuansa gloomy, mungkin karena itu teman saya merekomendasikannya. Saya pun mencoba meminta sample lagu andalan dia dari grup musik ini. "Hey Now" saat saya mendengarkan intronya tanpa pikir panjang, saya langsung meminta satu album. Alhasil, hari saya begitu kelam.


Grup musik beranggotakan Hannah Reid (vokalis, Dan Rothman (gitaris), dan Dot Major (instrumentalis) membuat saya semakin ingin terus terfokus kepada permainan musik mereka. Terutama suara dari Hannah Reid yang cukup menjadi bisikan di telinga saya. Dari hasil yang saya bca di beberapa blog, London Grammar mendapatkan pujian sebagai pendatang baru dengan koleksi karya yang begitu rapi, bersih, dan nyaris tanpa cela dari situs besar di kalangan musisi indie tersebut.

Musik mereka terdengar sedikit gloomy, sekilas terdengar seperti Daughter. Meski secara genre Daughter lebih folk, sedangkan London Grammar memiliki unsur instrumental. So, London Grammar ini lebih ke arah ambient dari nuansa musiknya atau The XX, mungkin yang lebih mendekati grup musik ini.

Karya London Grammar memang sangat menakjubka, setiap single mereka selalu dapat membuat rasa ketertarikan tersendiri. Menurut saya, karya mereka memang sangat cocok dengan suasana gloomy, senja, dan di saat tengah malam. Meski dari pengemasan EP London Grammar dapat diketahui memang sebenarnya mereka mengemas nuansa ambient. Akan tetapi, lagu-lagu mereka tidak dapat kita dengarkan dengan sekali lewat. Lagu-lagu mereka dapat membuat telinga kita ingin mendengarkan (lagi dan lagi).





Essential Tracks: “Hey Now”, “Wasting My Young Years”, dan “Strong”

Wednesday, January 14, 2015

Belajar Biola itu Murah loh!

Autodidact Violin Community (AVC), merupakan komunitas biola. Pada awalnya, AVC bernama Komunitas Biola Depok yang didirikan oleh Wando Pirastro yang akrab dipanggil Mas Wando. Saat mendirikan komunitas ini, Mas Wando dibantu oleh sahabatnya, yaitu Mas Wisnu. Mereka berdua membuka kelas belajar biola yang rutin diadakan pada hari minggu, bertempat di lantai 2 stasiun Depok Baru. Peserta kelas biola ini cukup beragam, mulai dari anak sekolah, musisi jalanan sekitar Depok, dan mahasiswa. Sejak awal, Mas Wando memiliki cita-cita menghilangkan kesenjangan sosial khususnya dalam alat musik biola. “Miskin maupun kaya, bisa belajar biola” dan “Yang sudah bisa, mengajarkan yang belum” adalah dua slogan Mas Wando.

Seiring berjalannya waktu, Mas Wando dan Mas Wisnu, mulai merasa kesulitan dalam pengajaran tingkat teori. Pada saat itu, Mas Wando bertemu dengan temannya yang merupakan kontributor di Komunitas Taman Seni Indonesia (KOTASENI) Taman Suropati, yaitu Mas Yudi. Pada pertemuannya, Mas Wando meminta nasihat dan bantuan dari Mas Yudi, untuk berbagi ilmu tingkat teknis dan teori di Komunitas Biola Depok. Akhirnya, mereka bertiga mengelola komunitas ini dan mengganti nama komunitas ini menjadi Autodidact Violin Community (AVC).

Ditengah perjalanan AVC, peserta komunitas ini, khususnya yang mahasiswa mulai merasa kesulitan meluangkan waktu untuk latihan pada hari minggu, di lantai 2 stasiun Depok Baru. Dalam hal itu, ada beberapa peserta AVC yang merupakan mahasiswa Universitas Indonesia, mengajukan pendapat untuk membuka kelas baru dan berpindah tempat ke Universitas Indonesia. Pendapat mereka pun diterima dengan senang hati oleh para pengelola dan peserta. Waktu dan tempat latihan pun berubah yang tadinya hari minggu, di lantai 2 stasiun Depok Baru, menjadi hari sabtu, di parkir mobil Balairung Universitas Indonesia. Saat perpindahan tempat latihan yang baru ini ternyata bertepatan dengan selesainya pembangunan Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia dan juga tempat latihan yang baru akan direnovasi. Ano, merupakan salah satu anggota AVC, ikut andil dalam hal ini. Ia membantu untuk mengurusi perizinan agar AVC, diperbolehkan berlatih di taman lingar Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. Pengurus perpustakaan pun, mengizinkan komunitas tersebut untuk latihan di tempat itu. Pada dasarnya, perpustakaan pusat memang dirancang untuk menjadi ruang publik.

Pindah tempat latihan ke taman lingkar Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia yang megah dan banyak pengunjung menimbulkan suasana baru yang lebih nyaman dan sejuk. Banyak mahasiswa yang tadinya sekedar lewat dan menonton. Kini sebagian dari mereka ada yang ikut bergabung dan belajar biola dari dasar. Hal ini, membuat Mas Wando, Mas Wisnu, dan Mas Yudi, menjadi kualahan menangani anggota AVC yang semakin banyak. Belum lagi dengan sistem pembelajaran yang amat terbuka. Para anggota cenderung berlatih dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok ini cukup banyak jumlahnya sehingga kurang terkoodinir dengan baik.

Menyikapi hal tersebut, pada bulan puasa tahun 2012, dibentuklah sistem kepengurusan. Diharapkan dengan adanya sistem kepengurusan ini, kegiatan belajar-mengajar biola di AVC berjalan dengan lancar. Saat Mas Wando dan Mas Yudi mengangkat ide ini n ke beberapa anggota yang potensial menjadi pengurus, ternyata ide ini direspon dengan baik. Akhirnya, dibentuklah kepengurusan dengan Bagas sebagai ketua. Sistem kerja AVC mulai terbentuk. Dalam waktu tiga bulan, latihan anggota-anggota sudah dapat ditangani. Beberapa anggota yang sudah jarang hadir juga datang kembali. Hal yang tersebut dicoba di AVC stasiun Depok Baru. Mungkin karena anggota yang terdiri dari anak-anak SD dan musisi jalanan, kepengurusan masih belum bisa berjalan dengan baik.

Prinsip utama AVC adalah semua orang boleh belajar biola. Meski baru tahu tentang AVC, mereka bida bergabung di hari itu juga, dengan iuran yang murah, mereka bisa berlatih bersama-sama dan dibimbing oleh tutor-tutor setiap sau minggu sekali di hari sabtu. Tentu harus diiringi dengan latihan mandiri setiap hari. Ketika bergabung. Mereka akan dikelompokan dengan anggota yang setara pengetahuannya dan kemampuannya. Kalau memang belum kenal musik dan not balok sama sekali, bisa langsung diajarkan hari itu juga. Jika, sudah belajar sebelumnya dan ingin gabung, akan diarahkan oleh tutor untuk bergabung di kelompok mana.

Materi paling dasar adalah teori musik, membaca not balok, dan teknik bermain biola. Setelah itu, dilanjutkan dengan kurikulum biola Suzuki. Mulai dari kelompok yang membahas lagu empat sampai enam, dan seterusnya. Setiap lagu di buku Suzuki dirancang untuk memperkenalkan teori musik dan teknik bermain biola yang baru. Tentu hal tersebut, akan dibimbing oleh tutor yang sudah menguasai sebelumnya. Tutor di kelompok, akan menilai apakah kelompoknya sudah cukup lancar atau belum. Jika sudah, akan dipindahkan ke kelompok berikutnya, dengan materi yang baru.

Di hari sabtu, tidak hanya dihabiskan untuk berlatih secara kelompok. Akan ada satu sesi, untuk semua anggota AVC akan digabungkan untuk kelas orkestra. Di kelas orkestra ini, akan dibiasakan para anggota untuk bermain sebagai sebuah orkestra. Mereka akan berlatih memainkan lagu yang sudah dipecah-pecah ke banyak bagian suara, yang menjangkau seluruh tingkat permainan biola. Masing-masing akan mendapat porsi yang sesuai dengan tingkat kemampun bermain biolanya.
Tidak hanya berlatih di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, AVC pernah mengadakan konser “Musical Prologue” yang diadakan pada tanggal 16 Februari lalu, di Auditorium Gedung IX FIB Universitas Indonesia, Depok. Musical Prologua adalah sebuah konser cinta untuk merayakan Valentine’s Day. Ketika Musisi Bicara Cinta”.  Juga, acara yang pernah diikuti oleh AVC, Starbucks Cheers Party, hari anak yang diadakan di Mall Depok, sampai shooting iklan Gudang Garam, dll.

Saat ini Autodidact Violin Community, juga membuka kelas untuk yang ingin belajar Cello dan Viola.
Berikut adalah syarat-syarat untuk bergabung menjadi anggota AVC:
1.       Memiliki alat musik Biola sendiri.
2.       Membayar uang pendaftaran sebesar Rp 100.000.
3.       Membayar iuran bulanan sebesar Rp 100.000.
4.       Anggota diharapkan selalu aktif pada kegiatan latihan rutin.

Sekrang nama komunitasnya berganti menjadi Alliance Violin Community, untuk tempat latihannya di Taman Gurame Depok.
Info lebih lanjut bisa add dan chat Line Official id nya avcdepok atau bisa kontak kerbat saya Rianti Cahya 081310779867.

pemanasan 1, 2015


pemanasan 1, 2015


sesi teori 1, 2015


sesi teori 2, 2015
FFoto: Saya sendiri

Sunday, July 27, 2014

Semoga Kita Menang dengan Bahagia

Pukul 16.02
Dia bagaikan burung merpati, terbang bebas ke mana saja. Membawa pesan dari seseorang untuk orang lain. Seperti pepatah tua, merpati tak pernah ingkar janji. Berpindah-pindah tempat dari benua ke benua yang lain. Begitu lembut, berwarna putih, terbang bebas. Hanya untuk mengantarkan maaf.

Kembali sucikah kita? Entahlah. Ramadan kali ini penuh dengan kesibukan dan aku membuat tulisan ini, terinspirasi puisi Malam Lebaran karya Sitok Situmorang.

Puisi yang hanya satu bait, tapi diperdebatkan oleh banyak orang dan sastrawan.

"Bulan di atas kuburan" begitulah puisi yang dibuat Sitok. Menarik, bukan. Banyak orang mengatakan, "bodoh Sitok itu. Bulan di atas kuburan dengan judul Malam Lebaran. Jelas-jelas malam lebaran itu takbiran. Malam menuju 1 Syawal. Mana ada bulan pada malam itu. Tak akan nampak"

Akan tetapi, saya berpikir. Sitok hebat. Bulan yang dimaksudkannyanitu bukan bulan sebenarnya. Sebuah perumpamaan, dalam pikirku. Bulan yang diartikan kemenangan dan kuburan yang diartikan kesedihan. Nampaklah pada kalian, kemenangan yang akan disambut pada 1 Syawal, menang menahan nafau selama satu bulan Ramadan. Tetapi, saat kemenangan itu tidak semua yang menang merasa bahagia. Ia sedih karena di negara kita, tradisi baju baru, ampau, dan berkumpul berasana keluarga tak dapat ia dapatkan. Orang tua mana yang tidaj sedih melihat anaknya mengenakan baju yang kumel di saat hari kemenangan. Bukan, ingin berpoya-poya. Hanya saja, membuat anak bahagia itu merupakan kepuasan batin. Memberikannya THR karena berhasil berpuasa satu bulan penuh, niscaya seperti mengajarinya berpuasa, berlatih. Mengajaknya, pulang ke kampung halaman, berkumpul bersama sanak saudara. Siapa yang tak ingin. Sungkeman, malin kundang pun ingin sekali untuk menebus kesalahannya. Kita bukan batu. Masih ada waktu untuk berkumpul dan bermaaf-maafan. Membersihkan diri johir dan batin. Merupakan, suatu kemenangan yang sederhana, namun bermakna.

Puisi yang singkat, tetapi memiliki arti yang menarik, bukan. 

Jika tidak ada perubahan, Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah akan ditetapkan pada 28 Juli 2014. Iya, esok hari. Beberapa jam lagi, akan terdengan kalimat-kalimat takbir. Memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa karena kita telag sampai di penghujung Ramadan tahun ini dan masih banyak kesalahan yang kami lakukan di Ramadan kali ini. Panjangkanlah usia kami untuk merasakan Ramadan-ramadan berikutnya dan memperbaiki kesalahan kami. 

Tibalah kita untuk saling memaafkan. Membuka hati, membersihkan noda, dengan cinta dan kasih sayang. Makhluk hidup, tak luput dari dosa. Bahkan, beliau yang sudah jelas dijanjikan Surga. Masih beribadah dan memaafkan orang lain. 

Tidak perlu gengsi untuk saling memaafkan. Biasakanlah pada yang benar. Sesuai hakikat. Sudahlah, luapakn soal perdebatan Capres itu. Sudah bukan waktunya membicarakan mereka. Terserah. Ini bukan waktu mereka. Ini waktu kita untuk bersilatuhrahmi, bermaafan. Bila kemarin, sampai mengucapkan yang tidak seharusnya diucapkan saat perdebatan Capres. Minta maaflah kamu. Tak ada salahnya, mungkin dengan berminta maaf. Kamu bisa berbuat seperti itu lagi di tahun berikutnya. Mungkin. 

Berbuka bersama keluarga besar di penghujung Ramadan. Merupakan saat yang indah. Menikmati keelokan senja di penghujung Ramadan. Depok gerimis, semoga datang pelangi di penghujung Ramadan kali ini

Aku rindu maaf kalian.
Aku rindu berkumpul bersama kalian dan sanak saudara.
Aku rindu masa kecilku. Mendapat uang.
Aku rindu orang-orang yang menggumamkan namaMu.
Aku rindu kepadaMu.
Aku rindu ampunMu.
Aku rindu rasulMu.
Aku ingin pulang.

Malam Lebaran

"Bulan di atas kuburan".
(Sitok Situmorang)

Saya Agung Saputra, mewakiliki keluarga besar, mengucapkan.

Minal aidin walfaidzin.
Mohon maaf lahir batin dan semoga bahagia.

Saputra, Agung.
1993-2099.